Sabtu, 28 Mei 2011




Di kisahkan pada Sinopsis PIRATES OF THE CARIBBEAN: ON STRANGER TIDES ini,Anggelica yang di perankan oleh Penelope Cruz merupakan kisah masa lalu Sparrow.Dan sepertinya Angelica tahu persis bahwa ia bisa memanfaatkan Jack untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Selanjutnya di Sinopsis PIRATES OF THE CARIBBEAN: ON STRANGER TIDES,Angelica berhasil meyakinkan Jack Sparrow untuk membantunya mencari legenda mata air yang konon bisa membuat orang tak bertambah tua sedikit pun. Jack yang masih ragu toh akhirnya bersedia juga berangkat bersama Angelica untuk mencari mata air ini. Celakanya, masalah Jack bukan hanya Angelica saja. Angelica adalah putri dari bajak laut Blackbeard (Ian McShane), musuh besar Jack Sparrow.

Saat perjalanan dimulai, Jack semakin tak pasti. Ia tak lagi tahu siapa yang sebenarnya lebih berbahaya, Blackbeard atau Angelica. Sayangnya perjalanan sudah dimulai dan tak mungkin Captain Jack Sparrow mundur dari perjalanan penuh risiko ini. Berhasilkah mereka menemukan mata air legendaris itu? Dan mampukah Jack Sparrow lolos dengan selamat kali ini?

Simak juga video dari PIRATES OF THE CARIBBEAN: ON STRANGER TIDES


Film Review: 127 Hours (2010)
Posted by jalangfilm ⋅ January 10, 2011 ⋅ 5 Comments
Filed Under 2010, amerika, drama

Terperangkap di sebuah lokasi yang terpencil dan tidak bisa mengandalkan siapapun untuk menolong. Sungguh sebuah situasi yang saya yakin tak seorang pun mau mengalaminya. Akan tetapi jika nasib berkehendak lain dan “mengharuskan” kita untuk mengalaminya, maka mau tidak mau kita tentu harus mengandalkan naluri untuk bertahan hidup. Bagaimanapun caranya. Sebagai sebuah film yang diangkat dari memoar berjudul “Between A Rock And A Hard Place”, sebuah cuplikan akan peristiwa menggiriskan yang dialami oleh Aron Ralston, seorang pemanjat gunung yang mengalami kecelakaan dan terjebak disebuah ngarai terpencil tanpa seorang pun yang mengetahui keberadaanya, maka ’127 Hours’ adalah sebuah opus oleh Danny Boyle (28 Days Latter) tentang bagaimana kemalangan menjadi pemicu sebuah semangat untuk hidup.

Pada tahun 2003, Aron Ralston (diperankan oleh James Franco) memutuskan untuk melakukan pendakian di kawasan Taman Nasional Canyonland, Utah, Amerika. Dengan ceroboh dia tidak memberitahukan siapapun tentang kepergiannya. Bahkan tidak memperlengkapi dirinya dengan peralatan yang layak. Aron cukup bangga akan kemampuan dirinya mengenal seluk beluk lokasi yang akan ditujunya atau kemampuan dirinya dalam melakukan panjat tebing.

Dengan latar belakangnya, Aron mungkin merasa dirinya sangat menguasai medan, namun tidak jika alam sudah berbicara lain. Saat sedang melakukan pendakian disebuah ngarai sempit, ia terjatuh kedalamnya. Seakan belum cukup, tangan kirinya tertimpa oleh sebuah batu berat yang sangat sulit untuk digeser. Selanjutnya, selama 127 jam sesudahnya, Aron harus mampu bertahan hidup dengan mengandalkan apa yang ada didirinya saat itu. Saat menyadari jika bantuan yang diharapkannya tidak akan kunjung datang, maka ia pun melakukan hal ekstrim yang sangat berbahaya, tapi harus dilakukannya jika masih ingin melanjutkan hidupnya.

Danny Boyle semakin menunjukkan tajinya. Setelah kemenangan prestisiusnya di ajang Oscar melalui ‘Slumdog Millionaire’ (2008), Boyle tidak terlena dan memilih untuk tetap mengejar persistensi dalam merangka sebuah sinema yang mengedepankan kualitas namun tetap sejajar dengan unsur hiburan yang kuat. Dengan resumenya selama ini, sangat mengesankan dimana Boyle selalu berupaya melakukan upaya-upaya yang membuat film-filmnya satu dengan yang lain terlihat berbeda dalam gaya akan tetapi tetap tidak melupakan ciri khas Boyle selama ini.

Kali ini, dalam ’127 Hours’, ia kembali bekerjasama dengan tim intinya dari ‘Slumdog Millionaire’; Simon Beaufoy (penulis skrip), Anthony Dod Mantle (kamera) dan A.R. Rahman (musik), dan lagi-lagi mengantarkan sebuah kegemilangan sinema yang solid dan sulit untuk ditahan lajunya dalam mengantarkan arus emosi yang membuncah.

’127 Hours’ begitu juara dalam mengikat kita dalam narasinya, meski sebenarnya hanya bersandarkan pada karakter serta lokasi yang sama. Semangat dan kemudian putus asa serta berganti lagi menjadi kebulatan tekad, disusun Boyle dengan tempo yang cepat dan menghasilkan plot yang ringkas. Tapi bukan berarti diisi dengan secukupnya-seadanya, karena dengan dimasukannya fraktur-fraktur kenangan Aron akan masa lalu menambah kaya film akan intensitas serta ketegangan. Menegaskan jika kesusahan hanya akan mengembalikan ingatan terbaik kita, terlepas apakah itu kenangan yang indah atau malah sebaliknya.

Benar. Ini adalah film yang menegangkan dan juga membuat depresi penontonnya. Boyle begitu fasih menangkap kegelisahan Aron dalam seting yang claustrophobic seperti ini. Kita sebagai penonton pun seolah-olah turut terperangkap bersamanya. Merasa takut, gelisah dan kehilangan semua semangat. Jangan kuatir akan merasa bosan, karena Boyle menganulir itu dengan sempurna.

Tentu saja upaya Boyle berhasil karena didukung oleh kemampuan James Franco dalam menerjemahkan semangat Aron Ralston dengan mumpuni. Franco dengan luar biasa mengajak kita untuk larut dalam kepongahan, kegetiran, kesedihan dan semangatnya. Begitu juara mengaduk-aduk emosi kita seolah-olah kita adalah temannya yang harus merasakan semua buncahan emosinya. Dan saat memori melintas dan berlalu, kita pun terseret dalam rasa sesak didada, membayangkan apakah akan merasakan yang sama jika peristiwa serupa menimpa kita.

’127 Hours’ bukan sekedar film. Ia adalah sebuah pengalaman. Pengalaman yang harus dirasakan sendiri untuk mengetahui bagaimana rasanya. Pengalaman yang kemudian menorehkan sebuah pencerahan batin yang membuat kita memikirkan tentang kehidupan yang kita jalani selama ini. Apakah kita telah menjalani hidup secara penuh, mengukirnya dengan kebijakan atau mengikuti kata hati yang impulsif dan menuju entah kemana?
The Blind Side
Tuesday, 09 March 2010 13:33

Pada perhelatan Academy Awards ke-82, film 'The Blind Side' menghantarkan Sandra Bullock—pemeran utamanya—sebagai aktris terbaik tahun 2010. Ini adalah piala Oscar pertama Sandra sepanjang karirnya di dunia film.


Sebelumnya, pada Februari 2010, film 'The Blind Side' mendapat penghargaan Movieguide Awards sebagai film paling inspiratif sepanjang tahun 2009. Movieguide Awards adalah sebuah ajang pemberian penghargaan kepada insan film yang menanamkan nilai-nilai iman Kristen. Penyelenggaranya adalah Movieguide, sebuah media di Amerika yang khusus mengulas, memberi panduan serta edukasi tentang film dan hiburan bagi keluarga Kristen.

Apa yang menjadi keistimewaan 'The Blind Side' hingga layak menerima penghargaan? Jawabannya akan ditemukan setelah mengetahui isi ceritanya. Film ini diangkat dari kisah nyata Michael Oher, seorang pemuda kulit hitam tunawisma yang diadopsi oleh keluarga kulit putih di Mississippi dan akhirnya masuk ke perguruan tinggi dan menjadi pemain sepak bola profesional.

Diadaptasi dari buku Michael Lewis yang laris di tahun 2006, The Blind Side: Evolution Of A Game, film mengisahkan Sean (Tim McGraw) dan Leigh Anne Tuohy (Sandra Bullock), pasangan Kristen kaya yang mengambil Michael (Quinton Aaron), anak tunawisma yang menyusuri jalan di Memphis hanya dengan mengenakan t-shirt dan celana pendek.

Leigh Anne kemudian menempatkan Michael di sebuah SMA Kristen swasta. Pada awalnya, sekolah enggan untuk menerimal Michael karena catatan akademis yang buruk. Namun, guru olah raga mengingatkan sekolah bahwa mereka adalah sekolah Kristen dan perlu melihat keluar untuk orang-orang muda seperti Michael. Badan Michael yang besar sehingga dijuluki 'Big Mike' menarik perhatiannya untuk meyakinkan komite sekolah agar menerimanya.

Michael perlahan-lahan belajar untuk mulai percaya kepada Leigh Anne, dan keluarganya. Michael, yang biasanya pendiam, murung dan suka menyendiri, mulai membuka diri kepada mereka dan bahkan mulai tersenyum.

Ketika nilai Michael mulai meningkat semakin baik, ia bergabung dengan tim American football. Sebagai seorang pemuda yang berbadan besar, Michael diberi tugas untuk menjadi penghadang melindungi gelandang belakang. Awalnya, Michael yang tak pernah bermain olahraga ini sebelumnya, tidak cukup agresif. Padahal tadinya sang pelatih menganggap bahwa seorang anak laki-laki dari jalanan seperti Michael bisa bertindak keras.

Sementara Leigh Anne yang memahami kondisi Michael teringat bahwa Michael memperoleh nilai tinggi pada pelajaran tentang "perlindungan/proteksi" pada ujian sekolah. Dia memiliki ide membantu Michael untuk melihat bahwa melindungi gelandang adalah seperti melindungi dirinya atau melindungi keluarganya.

Pengertian yang ditanamkan Anne ternyata membuat perubahan besar dalam diri Michael sehingga mengubah dia menjadi pemain luar biasa. Michael akhirnya tumbuh menjadi bintang pemain football di University of Mississippi yang kemudian menjadi pemain NFL untuk Baltimore Ravens.

Sandra Bullock bermain sangat meyakinkan sebagai seorang wanita yang ingin membantu orang lain di tengah ketidakmegertian teman-temannya, mengapa seorang kulit putih, keluarga kaya akan menerima anak laki-laki berkulit hitam dari jalanan.

Kepada straight.com, Sandra Bullock berkata bahwa pada awalnya ia enggan untuk bermain dalam film ini semenjak ia memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan dengan orang Kristen.

"Seringkali orang-orang menggunakan kekristenan sebagai tameng, tapi kemudian mereka tidak melakukan hal yang benar dalam hidup mereka," ujarnya. Namun Sandra Bullock kemudian berubah pikiran, dan keputusannya sangat tepat.

"Saya merasa pada akhirnya saya bertemu seseorang yang mempraktikkan kekristenan itu tapi tidak dengan berkhotbah. Saya kini memiliki kepercayaan kepada orang-orang yang mengatakan bahwa mereka mewakili iman," ujar Sandra Bullock.